Monday, January 31, 2011

satu cerita...(hati Mu'min pasti menangis)

Suatu petang, di Tahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jeneral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap banduan penjara membongkokkan badannya rendah-rendah ketika algojo penjara itu melintasi di hadapan mereka. Kerana kalau tidak, sepatu boot keras milik tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat di wajah mereka.


Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.

"Hai... hentikan suara jelekmu! Hentikan... !" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki dikamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu’nya.

Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang. Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah seorang tua sang tahanan yang tesangat kurus dan hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyucuh wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan!. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat galak meneriakkan kata

“Rabbi! wa ana abduka..”

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustaz.!. InsyaAllah tempatmu di Syurga." Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, algojo penjara itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-kerasnya sehingga terjerebab di lantai.

"Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa hinamu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah hai orang tua bodoh! Bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan suara-suara yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mahu minta maaf dan masuk agama kami."

Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap, "Sungguh...! Aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai Kekasihku yang amat kucintai,iaitu Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan kerana akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk!? Jika aku turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."

Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, sepatu keras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah buku kecil. Adolf Roberto berusaha memungutnya. Namun tangan sang Ustaz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. "Berikan buku itu, hai si tua bangsat!" bentak Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!"ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars seberat dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Algojo bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan algojo penjara itu merasa lebih puas lagi ketika melihat titisan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur. Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya baran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh itu. Dengan tidak semena-mena, mendadak algojo itu termenung.

"Ah... seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi bila? Ya, aku pernah mengenal buku ini." Suara hati Roberto tertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan aneh dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya buku yang seperti ini lagi di bumi Sepanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi kekecohan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di ‘Inquisition Field’(lapangan tempat pembunuhan beramai-ramai kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergantungan, berayun-ayun ditiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mahu memasuki agama yang dibawa oleh para rahib. Seorang kanak- kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak di Inquisition Field yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semuanya. Kanak kanak comel itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang pergantungan. Perlahan-lahan kanak-kanak itu mendekati tubuh sang ibu yang tak sudah bernyawa, sambil menggayuti ayahnya.

Sang anak itu berkata dengan suara parau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa..? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi... " Budak kecil itu akhirnya menangis semahu-mahunya, ketika sang ibu tak jua menjawab panggilannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat . Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi... Abi... Abi... " Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

"Hei!... Siapa disana?!" jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati budak tersebut.

"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi... " jawabnya memohon belas kasih.

"Hah... siapa namamu budak, cuba ulang!?" Bentak salah seorang dari mereka.

"Saya Ahmad Izzah... " dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba "Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil.

"Hai budak... ! Wajahmu comel tapi namamu hodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang Adolf Roberto... Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu.

Budak itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitiskan air mata. Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari lapangan Inquisition. Akhirnya budak comel itu hidup bersama mereka.

Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah tanda hitam ia berteriak histeria, "Abi... Abi... Abi... " Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan kenangan masa kecilnya. Ia masih ingat betul, bahawa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai tanda hitam pada bahagian pusat. Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini.

Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha... " Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya.

Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya.

"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu... " Terdengar suara Roberto meminta belas. Ustaz mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah. Sang Abi dengan susah payah masih boleh berucap.

"Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu," Setelah selesai pesanan sang ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah… "Asyahadu anla Illaaha ilAllah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah... . Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini. Lalu, bagaiman nasib sang algojo tersebut….?

Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya... "

Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman Allah... "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

(QS>30:30) Syeikh Al-Islam Turki yang terakhir iaitu As-Syeikh Mustafa Al Basri telah menegaskan dalam bukunya ... Sekularisma yang memisahkan ajaran agama dengan kehidupan dunia merupakan jalan paling mudah untuk menjadi murtad.

~Keistimewaan Wanita~



Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda , " Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."

Wanita sebenarnya banyak keistimewaannya....janganlah rendah diri dek kerana anda wanita,kerana Allah jadikan wanita dengan pelbagai keistimewaan:

1. Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda , " Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."

2. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang soleh.

3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, darjatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah .Dan orang yang takutkan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.

4. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW) di dalam syurga.

5. Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah.Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail.

6. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.

7. Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.

8. Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.

9. Daripada Aisyah r.a." Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.

10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutuplah pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pun pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.

11. Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya serta menjaga solat dan puasanya.

12. Aisyah r.a berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?" Jawab Rasulullah SAW "Suaminya." " Siapa pula berhak terhadap lelaki?" Jawab Rasulullah SAW, "Ibunya."

13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta kepada suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dikehendaki.

14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).

15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya,maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.

16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.

17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.

18. Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.

19. Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.

surat chenta yg gila kentang =P


Dalam kesuraman ultra lembayung tika tujuh bulan menumpahkan cahaya dibawah kaki langit khirmizi, tiba-tiba aku terkenangkan eurika nostalgia cinta lama yang kita palitkan berdua. Kehadiranmu bersama molekul-molekul hidrogen menerjang segala kekusutan yang membelit tali perutku. Dan kehadiranmu itu mengajar aku erti rindu gelora dan shahdu.

Kau juga mengajarku erti cinta, singa laut,beruang kutub, penguin, kambing salji, mee rebus, cendol, koridor, kotak pensil, tali kasut dan pasu bunga.Kala itu, kita bagaikan Nobita dan Sizuka.Kau dan aku umpama Kurt Cobain dan Rafeah Buang yang tidak dapat dipisahkan. Malangnya percintaan yang mendapat liputan meluas hingga ke planet Ziku itu telah mengundang perpisahan yang akhirnya telah mengecewakan seluruh penternak lipan di Burma. Kau pergi jua ketika Kuala Lumpur sedang bersiap sedia menjadi tuan rumah Sukan Komanwel 1998.

Sesungguhnya perpisahan itu berpunca daripada penebangan pokok getah secara besar-besaran di Lembah Klang. Pemergianmu menyebabkan aku menghidap penyakit resdung dan hepatitis-Q secara mengejut. Ketiadaanmu memaksa aku memakai topi keledar setiap masa sebagai langkah keselamatan. Aku seperti tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Aku bagaikan tergelincir dari orbit bumi dan terpelanting ke ruang angkasa, apabila daya tarikan graviti terhadapku tiada lagi berfungsi setelahaku tersungkur dalam percintaan yang berlarutan hingga ke rubber-set. Seluruh perjalanan hidupku menjadi gelita bagaikan terperangkap di dalam gua yang gelap dan ditemani stlagit dan stlagmit yang bagai sembilu.

Kondominium cinta yang kita bina dari makgat basikal dan kipas helikopter akhirnya musnah setelah kau berpaling tadah. Ternyata sikapmu mulai berubah bila Malaysia mula melancarkan satelit MEASAT-1 ke ruang angkasa raya. Sejak itu kau sering melarikan diri bila terserempak dengan abang iparku. Akhirnya aku menyedari bahawa diri ini tidak diperlukan lagi.

Sejak kau tiada, aku sering menyendiri berbual-bual dengan pokok betik untuk mengisi masa lapang. Kadang-kadang aku mengikat botol oren pada tiang rumah agar nampak lebih cantik. Saban hari aku termenung di dalam peti sejuk mengenangkan dirimu yang entah kemana menghilang. Aku cuba bermain badminton sambil makan mi hailam untuk melupakanmu, tetapi aku tak berdaya. Lalu aku membakar mesin basuh dan membelasah empat ekor itik serati jiran sebelah sebagai tanda aku tidak bersalah.

Mengapa? Mengapa sayang? Mengapa ini semua bisa terjadi? Mengapa setelah kau curi hatiku, kau rompak cintaku lantas kau bunuh cintaku sehingga kau terbunuh dalam kemalangan cinta yang ngeri. Aku bagaikan terhimpit dan dihimpit oleh guni-guni batu yang kau timpakan di atas belakangku. Derita yang kautimpakan itu adalah bebanan yang terlalu berat untuk ku tanggung bagaikan mendukung 75 ekor biawak dan 386 ekor anak beruk. Dan kini segala harapanku hancur berkecai bagaikan aku terjatuh dari Menara Kuala Lumpur dan dihempap oleh Menara Berkembar Petronas lalu tersangkut di celah landasan LRT dan kemudiannya digilis pula keretapi Komuter hingga aku hancur berkecai. Oh! terlalu berat dugaan yang kutempuhi kini.

Kini segalanya telah pun berakhir. Aku sedar siapa aku. Aku hanya insan biasa yang suka makan mi segera. Aku bukan McGyver, McDonald's, Superman atau Kesatria Baja Hitam. Aku juga bukanlah Ultraman seperti yang kau idam-idamkan. Aku menyedari kekurangan diri dan kekurangan kemudahan awam di tempat sendiri. Tak perlu dikesali lagi kerana nasi telah menjadi capati dan tin sardin yang ku genggam ini telah pun luput tarikhnya. Segalanya sungguh mengharukan dan semua hadiah pemberianmu termasuk enjin kapal selam telah pun aku cincang untuk dibuat makanan lembu.

Walaupun segalanya telah pun berakhir, disini, diatas pokok getah ini aku tetap menunggu kau akan kembali. Selagi ada nafas ini, selagi ada kompleks membeli-belah SOGO, selagi ada kedai kasut selipar di sekitar Argentina, selagi kumpulan Metallica tidak berpecah, aku tetap menunggumu sehinggalah mentari terbelah lapan. Namun aku menyedari bahawa penantianku hanyalah sia-sia belaka. Akhirnya aku mengambil keputusan mektamad untuk menunggu tiang elektrik dihadapan rumahku berbuah. kalau tiang elektrik berbuah nanti, aku poskan buahnya kepadamu. Nak tak?